TKDN untuk industri farmasi sangat penting karena menjadi preferensi pemenangan tender obat-obatan pada program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh pemerintah. Semakin tinggi nilai TKDN-nya, maka peluang memenangkan tender akan semakin besar.
TKDN sendiri adalah besaran kandungan yang berasal dari dalam negeri, baik barang, jasa, maupun gabungan keduanya. Ketentuannya bersifat wajib untuk beberapa kegiatan produksi, sehingga perusahaan berskala nasional maupun internasional harus menerapkannya.
Sama seperti pengadaan barang maupun jasa di Indonesia lainnya, TKDN untuk industri farmasi juga mengacu pada dasar hukum yang berlaku. Untuk mendapatkan sertifikasinya, perusahaan perlu mempersiapkan beberapa persyaratan yang sudah ditentukan.
Proses sertifikasinya akan melalui beberapa tahapan, mulai dari pengajuan permohonan, penawaran biaya, pengumpulan data, verifikasi, hingga pengesahan. Masa berlaku sertifikasinya adalah 2 tahun, perusahaan dapat memperpanjangnya seperti pengajuan awal.
Mengenal Terlebih Dahulu Seputar Industri Farmasi
Sebelum memahami tentang TKDN untuk industri farmasi, ada baiknya mengetahui pengertian bidang industrinya lebih dahulu. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI, definisi industri farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin membuat obat atau bahan obat.
Definisi obat sendiri adalah produk untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi pada manusia. Hal ini dilakukan untuk menetapkan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, peningkatan kesehatan, juga kontrasepsi pada manusia.
Sementara itu, bahan obat adalah bahan-bahan berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang digunakan pada pengolahan obat. Semua komposisi tersebut harus sesuai dengan standar mutu bahan baku farmasi.
TKDN untuk industri farmasi sangat penting sebab fungsinya tidak tidak hanya pembuatan obat dan/atau bahan obat. Fungsi lainnya adalah sebagai pendidikan dan pelatihan, penelitian, juga pengembangan industri farmasi.
Industri farmasi yang menghasilkan bahan obat dapat menyalurkan produksinya langsung pada pedagang besar maupun rumah sakit. Meskipun demikian, proses distribusi ini harus sesuai peraturan perundang-undangan.
Kegiatan proses produksi industri farmasi dapat melalui semua tahapan dan/atau hanya sebagian tapahannya saja. Sementara itu, setiap perusahaan wajib memiliki izin dari Direktur Jenderal Pembinaan Kefarmasian dan Alat Kesehatan Menkes RI.
Syarat mendapat izin tersebut salah satunya berbadan usaha Perseroan Terbatas, memiliki NPWP, juga ada rencana investasi. Selain itu, harus memiliki paling sedikit 3 orang apoteker WNI, dan komisaris maupun direksi tidak pernah terlibat pelanggaran UU bidang kefarmasian.
Jenis Produk Industri Farmasi
TKDN untuk industri farmasi tidak terlepas dari beberapa jenis produknya yang perlu diketahui oleh semua pihak. Pada dasarnya, jenis obat terbagi menjadi Ethical dan Non-Etichal Product yang kemudian akan terbagi lagi seperti penjelasan berikut.
1. Obat Resep (Ethical Product)
Ethical product merupakan obat yang harus melalui resep dokter dan pembeliannya hanya dapat di apotek. Logonya memiliki lingkaran berwarna merah dengan garis tepi hitam, terdapat tulisan K warna hitam dalam lingkaran merahnya.
Jenis ini masih dibagi lagi menjadi beberapa golongan, pertama daftar G atau obat keras seperti antibiotika, anti diabetes, anti hipertensi, dan sebagainya. Daftar O atau obat bius merupakan golongan narkotika.
TKDN di industri farmasijuga memproduksi obat keras tertentu (OKT) atau psikotropika, misalnya obat penenang. Terakhir, obat wajib apotek yang bisa didapatkan tanpa resep dokter, namun harus diserahkan oleh apoteker pada pasien dalam jumlah tertentu.
2. Over the Counter (Non-Ethical Product)
Selanjutnya Non-Etichal Product, merupakan jenis obat yang bisa didapatkan tanpa membutuhkan resep dari dokter. Distribusinya berasak dari prinsipal ke distributor, lalu langsung ke berbagai channel seperti toko modern, apotek, maupun klinik.
TKDN untuk industri farmasi pada jenis ini kemudian terbagi menjadi dua, yaitu yang pertama obat bebas. Konsumen dapat membeli jenis ini dengan bebas di supermarket, minimarket, juga warung-warung tanpa membutuhkan resep dokter.
Obat bebas memiliki tanpa lingkaran hijau bergaris tepi hitam, biasanya untuk mengobati gejala penyakit ringan. Beberapa contoh jenis ini seperti vitamin/multivitamin, obat demam, penurun panas, dan sebagainya.
Jenis kedua adalah obat bebas terbatas, merupakan produk yang dapat dibeli dalam jumlah tertentu tanpa resep dokter. Obat bebas terbatas memiliki logo berupa tanda lingkaran biru dengan garis tepi hitam.
TKDN untuk Industri Farmasi
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong kemandirian dan daya saing dalam negeri. Hal ini juga sejalan dengan Instruksi Presiden RI No. 6/2016 mengenai pengembangan dalam industri farmasi maupun alat-alat kesehatan.
Oleh sebab itulah, kebijakan TKDN untuk industri farmasi juga harus segera diwujudkan dan dioptimalkan. Kemandirian perindustrian dalam bidang ini pada skala nasional juga perlu ditopang pendalaman struktur hulu, intermediate, hingga hilir.
Kemenperin juga menerbitkan Peraturan Perindustrian No. 16/2020 sebagai dukungan terhadap perindustrian bidang kesehatan. Peraturan tersebut berisi tentang ketentuan serta tata cara perhitungan nilai TKDN produk farmasi.
Peningkatan utilisasi TKDN menjadi langkah penting agar Indonesia bisa mandiri pada sektor farmasi, terutama produksi bahan baku obat. Penerapan TKDN di industri farmasijuga menjadi upaya memacu pelaku bisnis membangun usaha bahan baku obat dalam negeri.
Apalagi, potensi pasar dalam negeri sangat besar, juga menjadi peluang menarik bagi investor mengembangkan bahan baku obat di Indonesia. Oleh sebab itu, produk dalam negeri dengan kandungan lokal tinggi sangat potensial sebagai preferensi pengadaan melalui JKN.
Permenperin 16/2020 juga menyebutkan bahwa tata cara penghitungan TKDN untuk industri farmasi tidak lagi menggunakan cost based. Metode yang digunakan saat ini adalah processed based karena lebih sesuai diterapkan pada bidang perindustrian kesehatan ini.
Metode processed based juga merupakan bentuk penghargaan terhadap upaya riset maupun pengembangan yang sudah dilakukan pelaku industri. Metode tersebut mempertahankan kerahasiaan formulasi tanpa meninggalkan kaidah dan tujuan yang ingin dicapai.
Perhitungan TKDN untuk Industri Farmasi
TKDN di industri farmasisebelumnya menggunakan metode cost based yang terdiri dari beberapa komponen, yaitu bahan material, tenaga kerja langsung, dan biaya tidak langsung. Persentase TKDN akan didapat dengan membandingkan biaya KDN dan biaya total.
Biaya total sendiri bisa didaparkan melalui biaya Komponen Dalam Negeri (KDN) dan Komponen Luar Negeri (KLN). Metode perhitungan cost based masih digunakan untuk produk perbekalan kesetahan rumah tangga (PKRT) dan kosmetik.
Sementara itu, TKDN untuk industri farmasi dengan metode processed based menggunakan pembobotan kandungan bahan baku sebesar 50%. Selanjutnya ada perhitungan proses penelitian dan pengembangan sebesar 30%, proses produksi 15%, dan pengemasan 5%.
Perhitungan TKDN ini harus lengkap dengan tanda bukti dokumen pendukung yang sesuai, misalnya melampirkan CoA, invoice, faktur pajak, dan PIB jika ada. Selain itu, proses pengembangan membutuhkan dokumen seperti pemilihan formula yang digunakan.
Jika produk obatnya wajib uji Bioekivalensi, maka perlu menyertakan hasil pengujian BA/BE. Dokumen lainnya yang perlu dilampirkan adalah laporan hasil produksi dan distribusi setahun terakhir, daftar inventaris mesin, serta berkas lainnya.
Perhitungan TKDN di industri farmasimenjadi dorongan pengembangan industri bahan baku obat (Active Pharmaceuticals Ingredients). Selain itu, juga dapat meningkatkan riser maupun pengembangan obat baru untuk mengurangi impor dari luar negeri. Perindustrian bidang farmasi membutuhkan dukungan untuk terus berkembang agar dapat mengurangi ketergantungan produk dalam negeri. Adanya kebijakan TKDN untuk industri farmasi menjadi salah satu upaya mengatasi hal tersebut sehingga perlu dioptimalkan.