Penerapan TKDN industri alat berat merupakan salah satu upaya mendukung penggunaan produksi dalam negeri untuk pembangunan nasional. Dengan program ini, pemerintah dapat lebih mengutamakan produk lokal dalam proyek infrasrtuktur level nasional maupun daerah.
Produk industri dalam negeri memang semakin terdesak dan harus bersaing dengan mesin impor. Beragam merek alat berat masuk di pasar Indonesia karena mesin-mesin ini dikenakan import duty rendah, bahkan hingga 0%, sedangkan produk lokal dikenakan bea masuk tinggi.
Oleh sebab itulah, TKDN industri alat berat perlu digalakkan agar produk nasional dapat menguasai pasar negeri. Apalagi Indonesia telah memiliki ketersediaan bahan baku dan fasilitas produksi, daya serap pasar cukup tinggi, juga ketersediaan tenaga kerja terampil.
Jika pemerintah berencana untuk lebih memprioritaskan alat berat dalam negeri pada proyek pemerintah maupun BUMN, maka harus ada pengawasan ketat. Tanpa adanya kebijakan tersebut, maka rencana pemerintah tidak bisa terealisasikan secara optimal.
Pentingnya Penerapan TKDN Industri Alat Berat
Indonesia menjadi pasar paling potensial di Asia Tenggara untuk barang-barang modal, sehingga banyak brand impor masuk dari berbagai produsen. Hal ini membuat TKDN di industri alat beratsangat penting agar produk lokal lebih kompetitif terhadap mesin impor utuh.
Apalagi Indonesia memiliki pabrik alat berat paling lengkap dan maju di Asia Tenggara, juga didukung adanya tambang-tambang besar. Indonesia juga memiliki banyak proyek infrastruktur dan industri agrikultur yang sedang tumbuh pesat.
Sayangnya, meski kapasitas produksinya masih tersedia dan akan bertambah seiring kebutuhan yang meningkat, produk lokal masih belum menguasai pasar karena mesin impor. Oleh sebab itu, perlu adanya peningkatan kandungan TKDN industri alat berat.
Upaya Hinabi untuk meningkatkan kandungan TKDN adalah dengan pengujian baja lokal pada prinsipal masing-masing anggota sehingga bisa digunakan dalam negeri. Hal ini karena penggunaan bahan baku dalam negeri dapat meningkatkan daya saing industri nasional.
Industri alat berat Indonesia sendiri sekarang sudah bisa memproduksi berbagai jenis mesin maupun konstruksi. Beberapa produknya mulai dari hydraulic excavator (10-45 ton), bulldozer (17028 ton), hingga dump truck – off highway (40-70 ton).
Melihat kapasitas produksinya, industri nasional sebenarnya sudah bisa memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri secara kapasitas. Meskipun demikian, jika produk impor memicu excess capacity maka bisa berdampak pada pengurangan tenaga kerja.
Untuk menghindari hal itu, Hinabi tidak hanya mengoptimalkan TKDN dalam industri alat berat, namun juga mencermati tren belanja pemerintah. Hal ini dapat menjadi peluang untuk meningkatkan produksi dalam negeri, terutama medium hydraulic excavator kelas 20 ton.
Upaya Penerapan TKDN Industri Alat Berat
Selain meningkatkan upaya TKDN untuk industri alat berat, ada beberapa upaya lainnya untuk mendukung produksi lokal. Salah satunya adalah meminimalisir impor alat berat untuk semua kegiatan proyek konstruksi.
Bukan hanya itu saja, pemerintah juga dapat berupaya dengan mengeluarkan beberapa kebijakan untuk mengatasi permasalahan produk impor. Sebab, produk-produk luar negeri inilah yang membuat pasaran mesin lokal tidak bisa semakin luas.
Kementerian Perindustrian terus mendorong peningkatan TKDN industri alat berat, baik pengadaan barang maupun jasa. Kebijakan ini bertujuan untuk memberdayakan industri domestik agar lebih mandiri, berdaya saing, juga mengurangi ketergantungan barang impor.
Hal ini juga sejalan dengan program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri atau P3DN untuk meningkatkan daya saing dan produktivitas industri nasional. Kemenperin telah menargetkan TKDN rata-rata mencapai 43,3% tahun 2020 dan naik menjadi 50% tahun 2024.
Untuk lebih mengoptimalkan pencapaian nilai TKDN, produk yang telah mencapai standar akan menjadi prioritas belanja pemerintah baik bentuk barang maupun jasa. Dengan demikian, produk impor sejenis barang atau jasa tersebut sudah tidak perlu masuk e-catalog.
Kementerian PUPR juga berupaya untuk lebih memprioritaskan penggunaan produk alat berat nasional untuk pengerjaan proyek. Syarat TKDN dalam industri alat berat untuk proyek adalah 40%, nantinya akan masuk e-catalog untuk Pemda seluruh Indonesia.
Dasar Hukum TKDN Industri Alat Berat
Kementerian PUPR mengupayakan penggunaan mesin buatan lokal untuk berbagai proyek memiliki dasar hukum. Peraturan tersebut telah tertulis di UU No. 2/2017 tentang Jasa Konstruksi, juga PP Pelaksana No 22/2020 mengenai penggunaan produk dalam negeri.
Dengan adanya UU tersebut, Pemerintah Pusat memiliki tanggung jawab dalam meningkatkan kualitas penggunaan material, peralatan, dan teknologi konstruksi dalam negeri. Hal tersebut telah tertulis dalam UU Pasal 4 ayat 1 dan pasal 17 ayat 1.
Optimalisasi TKDN industri alat berat dalam pasal 25 ayat 2 menyebutkan bahwa sumber daya konstruksi mengutamakan produk lokal, unggulan, serta ramah lingkungan. Sumber daya yang dimaksud sendiri berupa manusia, material, peralatan, juga teknologi.
UU tersebut ditegaskan lagi dalam pasal 26 ayat 1 jika sumber daya material dan peralatan konstruksi dalam pasal 25 harus sudah lulus uji lembaga berwenang sesuai standar. Selain itu ayat tersebut juga menegaskan tentang pengoptimalan material dan peralatan dalam negeri.
TKDN industri alat berat juga telah diatur dalam PP No. 29/2018 mengenai Pemberdayaan Industri. Terdapat penegasan mengenai kewajiban menggunakan produk lokal untuk belanja negara maupun daerah.
Selanjutnya, Tim Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri (P3DN) telah mengatur sanksi terhadap pelanggaran capaian TKDN. Selanjutnya adalah Permen PUPR No. 7/2019 untuk mengelaborasi hal tersebut.
PUPR No. 7/2019 berisi standar serta pedoman dalam mengadakan jasa konstruksi melalui penyedia. Peraturan menyatakan prioritas penggunaan produk dalam negeri, mencantumkan daftar barang impor dan spesifikasi teknisnya, juga form rekap TKDN untuk preferensi harga.
Isu Strategis TKDN Industri Alat Berat
TKDN dalam industri alat beratbidang PUPR memiliki beberapa isu strategis dalam penerapannya, sebab kebijakan dan pelaksanaannya masih belum optimal. Selain itu, masih ada banyak material maupun peralatan konstruksi yang belum bersertifikat sesuai standar.
Selain itu, isu lain pelaksanaan jasa verifikasi TKDN berimplikasi pada biaya tambahan proyek. Pengawasan komitmen TKDN oleh penyedia jasa saat tender juga masih minim, ditambah belum adanya database capaian Tingkat Komponen Dalam Negeri proyek PUPR.
Untuk menjamin kelancaran penerapan TKDN industri alat berat agar proyek di lingkungan kementerian PUPR berhasil, maka membutuhkan beberapa kondisi ideal. Salah satunya adalah tersedia pengaturan dan kebijakan TKDN dalam bidang PUPR yang mencukupi.
Selain itu, keberhasilan proyek membutuhkan peningkatan jumlah material dan peralatan konstruksi bersertifikat TKDN. Pengadaan barang dan jasa juga harus menerapkan syarat nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri sesuai peraturan yang berlaku agar preferensi harga optimal.
Fasilitas sertifikasi TKDN pada sektor konstruksi juga sangat penting, sekaligus meningkatkan sistem pengawasan dan pemantauan menggunakan KPI. Penerapan punishment dibutuhkan ketika ada ketidaksesuaian komitmen dengan peraturan yang berlaku.
Sebenarnya, dorongan untuk mengutamakan produk lokal bukan hal yang baru, sebab regulasi TKDN sudah ada sejak tahun 2011. Hal tersebut bersamaan dengan keluarnya Peraturan Menteri Perindustrian No. 16/2011 tentang perhitungan tingkat komponen dalam negeri.
Selanjutnya, pemerintah mengeluarkan regulasi untuk optimalisasi penggunaan produk berstandar TKDN melalui UU No. 3/2014 dan PP No. 29/2018. Peraturan tersebut merupakan upaya mendorong terserapnya produk-produk lokal pada industri alat berat. Alat-alat berat buatan Indonesia sebenarnya dapat memenuhi kebutuhan pasar dengan kualitas mumpuni, namun masih kalah dengan produk impor. Oleh sebab itu, perlu upaya TKDN industri alat berat agar barang atau jasa dalam negeri menjadi prioritas.